PADANG, SUMBAR | Stasiun Kayu Tanam menjadi salah satu simpul penting dalam perjalanan panjang perkeretaapian di Sumatera Barat. Melalui sejarah, aktivitas masyarakat, hingga transformasi layanannya, stasiun ini memainkan peran yang jauh lebih besar dari sekadar tempat naik-turun penumpang. Kepala Humas KAI Divre II Sumatera Barat, Reza Shahab, menegaskan bahwa Kayu Tanam adalah ruang yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan transportasi rel di wilayah ini.
Berada di jalur Teluk Bayur–Padang–Lubuk Alung–Sawahlunto, stasiun ini berdiri pada posisi strategis sejak masa Hindia Belanda. Pembangunan jaringan rel yang menghubungkan pelabuhan, tambang, dan pusat ekonomi menjadikan Kayu Tanam sebagai titik transit utama yang mempercepat pergerakan barang dan manusia pada awal abad ke-20. Sejak saat itu, stasiun ini berkembang menjadi elemen penting dalam denyut sosial ekonomi daerah.
Reza Shahab menjelaskan bahwa nilai sejarah stasiun semakin kuat dengan keberadaan jalur kereta bergigi yang dulu menghubungkan Kayu Tanam dan Padang Panjang. Meski jalur itu kini tidak lagi beroperasi, ia tetap menjadi bagian dari memori kolektif masyarakat dan bukti kemajuan teknologi transportasi masa lampau di Sumatera Barat. Kayu Tanam berdiri sebagai simbol bagaimana transportasi rel pernah menjadi tulang punggung pembangunan kawasan.
Keberadaan Stasiun Kayu Tanam kemudian diperkuat melalui penetapan sebagai bangunan cagar budaya. Arsitektur kolonial yang dipertahankan hingga kini menjadi bagian dari identitas visual Minangkabau modern. Unsur asli seperti jendela kayu besar, besi tempa, dan langit-langit tinggi menjadi pengingat bahwa stasiun bukan hanya fasilitas transportasi, tetapi juga artefak sejarah yang wajib dijaga keberlangsungannya.
Memasuki era moderenisasi, KAI meresmikan layanan kereta lokal Lubuk Alung–Kayu Tanam pada 2016 dan memperluas relasinya hingga Bandara Internasional Minangkabau pada 2019. Transformasi ini memperluas konektivitas bagi masyarakat sekitar yang memerlukan akses pendidikan, ekonomi, kesehatan, maupun perjalanan menuju bandara. Reza menilai layanan ini sebagai langkah nyata KAI dalam menghadirkan transportasi yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Saat ini, enam frekuensi perjalanan KA Lembah Anai melayani relasi Kayu Tanam–Bandara. Reza menyebut layanan tersebut sebagai alternatif transportasi yang efisien, aman, serta ramah lingkungan. Kehadirannya menjawab kebutuhan mobilitas harian masyarakat sekaligus mendukung kelancaran konektivitas antarwilayah di Sumatera Barat.
Potensi besar stasiun ini semakin terlihat dengan keberadaan objek wisata terdekat seperti Air Terjun Lembah Anai dan Jembatan Tinggi Kereta Api yang masuk Warisan Dunia UNESCO. Kayu Tanam menjadi pintu gerbang alam dan sejarah Minangkabau bagi wisatawan, serta semakin menguatkan daya tarik edukasi perkeretaapian bagi generasi muda.
Reza menegaskan bahwa tantangan seperti integrasi moda transportasi lanjutan dan peningkatan frekuensi perjalanan terus menjadi perhatian KAI. Penguatan digitalisasi layanan, seperti penyediaan informasi jadwal secara real-time, menjadi prioritas agar Kayu Tanam berkembang sebagai smart station yang nyaman dan inklusif bagi semua pengguna.
Menurut Reza, stasiun ini telah menjadi bagian penting dari identitas masyarakat Kayu Tanam itu sendiri. Warga dekat stasiun tumbuh bersama aktivitas rel, sehingga setiap perubahan dan perkembangan stasiun memiliki dampak langsung bagi kehidupan mereka. Hal inilah yang membuat pelestarian dan pengembangan Kayu Tanam memiliki nilai sosial yang sangat besar.
KAI Divre II, kata Reza, berkomitmen menjaga keseimbangan antara pelestarian cagar budaya dan peningkatan kualitas layanan transportasi. Stasiun Kayu Tanam adalah contoh bagaimana sebuah infrastruktur transportasi tidak kehilangan nilai sejarahnya meski terus bergerak mengikuti perkembangan zaman. Baginya, melestarikan sejarah bukanlah hambatan, tetapi keunggulan yang memperkaya pengalaman perjalanan masyarakat.
Reza menutup dengan harapan agar stasiun ini semakin berkembang melalui kolaborasi antara pemerintah daerah, komunitas pecinta kereta api, dunia pendidikan, dan masyarakat sekitar. Ia optimis Kayu Tanam akan menjadi pusat pembelajaran sejarah serta simpul mobilitas modern yang semakin bermanfaat bagi Sumatera Barat.Catatan redaksi:
Artikel ini ditulis berdasarkan siaran pers resmi KAI Divre II Sumatera Barat.
TIM RMO
